Pemuda kurus yang sedang berusaha sekuat tenaga untuk bisa gemuk.

Minggu, 19 November 2017


Genre: Action, Adventure, Fantasy, Sci-Fi |Sutradara: Zack Snyder | Penulis: Chris Terrio, Joss Whedon | Pemain: Ben Affleck, Gal Gadot, Ezra Miller, Jason Mamoa, Ray Fisher | Sinemantografi: Fabian Wagner | Tanggal rilis: 15 November 2017 | Durasi: 2 jam 1 menit


Setelah kekecewaan tahun lalu bernama Batman v Superman: Dawn of Justice dan Suicide Squad, DC Extended Universe sempat naik lewat Wonder Woman yang mengagumkan itu. Kali ini lewat Justice League, DC yang semakin ketinggalan jauh dari pesaingnya, Marvel, mencoba dengan sekuat tenaga agar tidak terjerembab kedalam jurang kebusukan. Namun apa dikata, kesuksesan Wonder Woman agaknya seperti membebani tim superhero kesayangan masa kanak-kanak kita untuk terbang lebih tinggi lagi. Sempat diwarnai drama penundaan kemunculan skor di situs Rotten Tomatoes, Justice League pada akhirnya hanya mendapat skor sekitar 40%, jauh dibawah Wonder Woman yang mendapat 92%. Memang situs rating film semacam Rotten Tomatoes ataupun IMDb sekalipun tidaklah selalu benar. Buktinya saya masih lebih suka Justice League daripada film Marvel paling hadeh yaitu Thor: The Dark World, film Thor ke-2 ini padahal mendapat skor lebih tinggi yaitu 66%. Tapi kembali lagi, ini semua tergantung pada selera dan preferensi masing-masing penonton. Justice League menurut saya adalah film yang menyenangkan, walaupun masih banyak aspek-aspek lain yang kurang memuaskan.


Melanjutkan cerita dari Batman v Superman: Dawn of Justice, dunia digambarkan tanpa harapan setelah kematian manusia baja, Superman. Di tengah-tengah itu, ancaman datang dari makhluk pemakan rasa takut bernama Parademon yang sedang mencari kubus berkekuatan super yang disebut Mother Boxes (setelah AllSpark dan Tesseract benda kotak lagi-lagi jadi pusat cerita). Parademon hanyalah pasukan, sang bos adalah Steppenwolf (Ciaran Hinds), musuh utama yang yang sebelumnya telah berhasil merebut 2 dari 3 Mother Boxes di tempat terpisah. Mother Box pertama direbut dari suku Amazon di Themyscira tempat Wonder Woman berasal, sedang yang kedua direbut dari suku Atlantis di bawah laut tempat dimana Aquaman berasal. Dilain sisi, Batman (Ben Affleck) dan Wonder Woman (Gal Gadot)  berusaha membentuk tim yang terdiri dari manusia-manusia super lain demi mempertahankan satu Mother Box tersisa yang berada di bumi. Singkat cerita, sang penguasa laut 'Aquaman' (Jason Mamoa), manusia tercepat yang masih hidup 'The Flash' (Ezra Miller), dan manusia robot atau apapun kalian menyebutnya 'Cyborg' (Ray Fisher) akhirnya bergabung. Mereka berlima pun bersama sama mencegah niat jahat Steppenwolf dan pasukannya. Sebelum akhirnya datang bala bantuan yang saya yakin kalian semua sudah menduganya.


Justice League seharusnya dibuat 4-5 tahun lagi setelah semua membernya dibuatkan film solo. Membentuk tim pahlawan super dengan karakter yang tidak cukup tergali adalah masalah besar. Batman yang menjadi pemimpin tim terasa kurang berwibawa karena memang belum mendapat karakterisasi yang memadai. Jujur saja, bayang-bayang Batman-nya Christian Bale versi Nolan masih terlalu kuat. Cyborg paling melasi disini, seharusnya dia bisa tampil lebih banyak karena ada koneksi dengan Mother Box. Aquaman terkesan numpang ikut-ikutan saja sebelum film solonya rilis tahun depan. Diana Prince alias Wonder Woman masih cukup badass, Gal Gadot tidak pernah mengecewakan walau sebagai tukang urut sekalipun. Dan tentu saja penyelamat film ini, Barry Allen a.k.a The Flash, beruntung Justice League masih punya sosok the fastest man alive disini. Dari awal diperkenalkan, direkrut oleh Batman, di pertempuran melawan Steppenwolf, sampai pada after credit scene The Flash benar-benar mencuri perhatian. Adegan favorit yang melibatkan The Flash selain moment ahsudahlah dengan Wonder Woman yaitu saat dia bersama Cyborg di kuburan. Itu lucu banget.


Masalah demi masalah sebenarnya mewarnai produksi film ini. Bahkan sang sutradara Zack Snyder sempat mundur dari proyek ini karena tragedi putrinya yang meninggal dunia karena bunuh diri. Justice League akhirnya diserahkan kepada Joss Whedon, sutradara yang menggarap film Marvel yaitu The Avengers dan juga sekuelnya, sebuah ironi memang. Whedon yang memimpin jalannya proses pascaproduksi juga melakukan perombakan script dan syuting beberapa adegan tambahan. Coba perhatikan, Justice League sangat berbeda tone-nya jika dibandingkan dengan Man of Steel atau Batman v Superman yang sama-sama disutradarai Snyder. Justice League lebih fun kemana-mana daripada dua film diatas. Seperti kata salah satu pengguna Twitter sebut saja namanya Mawar, trik Justice League ini semacam kalo lagi kencan pertama, kesannya gak jelek-jelek amat kalo bisa bikin doi ketawa. Walaupun berhasil membuat Justice League lebih berwarna, syuting tambahan yang dilakukan Whedon membuat tim visual efek tak punya cukup waktu memoles CGI lebih halus lagi. Akibatnya cukup fatal, sangat fatal malah karena membuat salah satu karakter paling penting terlihat aneh. Lihat saja pada adegan awal film yang seolah-olah direkam dengan kamera ponsel. Editan cangkeme ora nguwati.


Dengan Joss Whedon yang mengambil alih, selain melakukan syuting adegan tambahan dia juga melakukan pemotongan adegan yang awalnya sudah di-shoot oleh Zack Snyder. Akibatnya film yang semula sempat dirumorkan punya runtime 170 menit, setelah rilis ternyata cuma sepanjang 121 menit alias 2 jam lebih sedikit. Akibat hal ini, cerita Justice League terkesan seperti melompat lompat dan tidak utuh. Tapi terimakasih kepada Internet yang sudah membocorkan beberapa adegan yang dihapus walaupun film baru rilis beberapa hari lalu. Cukup memberi secercah harapan kalau nantinya akan dibuat versi ultimate edition seperti BvS dulu.


Ada dua adegan setelah film berakhir, jadi jangan buru-buru cabut.

PAMER TIKET NONTON SCORE: 3/5

★★★☆☆

Tags